Selamat Tahun Baru Islam 1439
Keluarga
SMAN 1 Cilimus mengucapkan 'Selamat Tahun Baru Islam 1 Muharam 1439 H'.
Di
tahun yang baru, lembaran baru dan semangat baru.
Dengan
memasuki tahun baru ini, hendaknya kita melakukan beberapa hal sebagaimana
berikut:
Muhasabatun Nafs
Hendaknya kita melakukan penghitungan terhadap umur kita selama setahun yang
telah lewat. Kita koreksi diri kita, kita hisab diri kita, buka kembali
pembukuan amal-amal kita, lalu perhatikanlah, mana yang lebih banyak, antara
kebaikan kita atau keburukan kita?. Lebih dominan mana antara ketaatan kita
atau kemaksiatan kita?. Sudahkah pada tahun yang lewat kita menunaikan dengan
baik kewajiban kita sebagai hamba Allah yang mukmin? Atau justru sebaliknya?.
Inilah yang hendaknya kita utamakan didalam mengisi tahun baru ini, menghisab
(menghitung-hitung) diri kita sebelum kelak dihisab oleh Allah, sebagaimana
dikatakan oleh Sayyiduna Umar bin Khattab:
" Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab oleh Allah ".
Sebab dengan melakukan muhasabah ini, kita akan dapat mengetahui bagaimana
kedudukan kita tersebut. Jika didapat kebaikan yang banyak, maka bersyukurlah
kepada Allah atas kemudahan yang telah diberikanNya. Namun jika kemaksiatan
meliputi dan mendominasi umur kita, maka beristighfarlah, bertaubatlah dan
mengharaplah rahmat dari Allah SWT.
Jika kita terus bersikap demikian, maka perlahan-lahan kita akan dapat
memperbaiki kekurangan kita. Setahap demi setahap dan akhirnya menjadi hamba
yang bersih dan meningkat kadar keimanannya.
Tetapi, jika kita tidak pernah dan tidak mau melakukan muhasabah pada diri kita
sendiri, maka kita tidak akan merasa bahwa kita masih banyak kekurangan di
dalam mengabdi kepada Allah. Mungkin ada diantara kita merasa dekat kepada
Allah, padahal dia adalah manusia yang paling jauh dariNya. Karena dia tidak
pernah melakukan muhasabah (perhitungan) terhadap dirinya. Maka nafsu dan
syaitan menipunya dengan mengatakan: "kamu adalah orang yang mulia, dekat
kepada Allah, kamulah yang terbaik, sedang orang lain berada dibawahmu, kamu
yang paling soleh, paling baik dan seterusnya", sehingga dengan tipu daya
ini dia sama sekali tidak pernah menoleh pada kekurangan dirinya. Apakah dia
mengira bahwa dia selalu berbuat amal soleh dan tidak pernah bermaksiat kepada
Allah?.
Maka dari itu dikatakan bahwa siapa yang melihat dirinya (memastikannya) dekat
kepada Allah, maka ketahuilah bahwa dia jauh dari Allah, siapa yang merasa
cukup beribadah maka sungguh sangat kurang ibadahnya, siapa yang merasa sudah
'alim sehingga meremehkan orang lain maka sungguh telah tampak kebodohannya dan
siapa yang tidak pernah menghisab dirinya, maka akan rusak amalnya dan umurnya
penuh dengan tipu daya dan belenggu maksiat.
Diceritakan, pada zaman salaf kita. Tersebutlah seorang yang soleh yang selalu
melakukan muhasabah. Setiap kali keluar rumah, beliau mengisi masing-masing
sakunya dengan kerikil putih dan hitam. Maksudnya, setiap kali dalam perjalanan
atau dalam kesehariannya, jika dia berbuat amal baik atau ketaatan, maka dia
memungut kerikil putih lalu diletakkannya di saku kanannya. Dan jika pada hari
itu berbuat maksiat atau pelanggaran dia akan memasukkan kerikil hitam di saku
kirinya.
Setelah tiba malam hari, ketika dia sudah tiba di rumahnya. Dia keluarkan semua
kerikil dari kedua sakunya dan mulai menghitung. Jika kerikil putih lebih
banyak, dia bersyukur kepada Allah dan bermunajat pada malam itu dan memberikan
makanan pada dirinya. Tetapi jika kerikil hitam lebih banyak, maka dia berkata:
"wahai nafsuku, engkau telah banyak bermaksiat kepada Allah pada hari ini,
sebagaimana engkau telah menyusahkan aku, maka malam ini tidak ada makanan
untukmu". Dan malam itu dilaluinya tanpa menyantap makanan sedikitpun, demi
memberikan pelajaran (mujahadah) pada nafsunya.
Inilah gambaran hamba yang berakal, yang cerdik menurut Rasulullah SAW,
sebagaimana sabdanya (yang artinya):
"Orang yang berakal adalah yang menghisab dirinya dan beramal (di dunia)
untuk persiapan setelah kematian, sedang orang yang lemah (dungu) adalah yang
memperturutkan hawa nafsunya dan berangan-angan kepada Allah" (Al Hadits.)
Apapun yang terjadi pada tahun-tahun yang lewat, hendaknya kita jadikan sebagai
pelajaran berharga. Jangan sampai kejadian memalukan yang telah dilakukan pada
tahun kemarin, kembali terulang di tahun ini. Jadilah manusia yang makin
bertambah usianya bertambah pula amal ibadah dan kedekatannya kepada Allah.
Jangan sebaliknya, makin bertambah umur justru makin terjerumus dalam jurang
kebinasaan. Na'udzu billah min dzalik.
Ishlahun Nafs (memperbaiki diri)
Setelah melakukan muhasabah, dan diketahui berapa kadar kebaikan dan keburukan
kita. Maka lakukanlah kemudian Ishlahun Nafs (perbaikan diri), menata kembali
diri kita yang sebelumnya banyak kekurangan dan pelanggaran.
Setiap mukmin yang sadar kekurangan dirinya, akan segera memperbaikinya tanpa
menunda besok atau lusa. Sebab dia tidak tahu kapan akan mati. Sehingga menunda
hal ini adalah suatu yang sangat tercela. Dia khawatir ajal menjemput, sedang
dia belum sempat membenahi dirinya dengan ibadah dan ketaatan yang memadai.
Kita semua mengtahui bahwa zaman berlangsung dan bergulir penuh dengan rahasia
dan teka teki yang tidak diketahui. Apa yang akan terjadi pada tahun tersebut,
hanya Allah yang mengetahui. Maka kita harus berhati-hati dan selalu waspada
terhadap zaman yang terus melewati kita yang tidak akan pernah kembali.
Apa yang telah kita lakukan pada masa itu, kelak di Akhirat akan diperlihatkan
oleh Allah. Apa yang kita sembunyikan, kelak akan ditampakkan. Maka sebelum
tiba hari yang menakutkan itu, perbaikilah diri kita, benahi kembali hati kita,
hilangkan benih-benih permusuhan, iri dengki, adu domba dan lainnya. Kembalikan
diri kita pada fitrahnya yang bersih.
Lalu bagaimana cara melakukan ishlahun nafs itu?, yang pertama hendaknya kita
I'tiraf (mengakui) atas kekurangan kita selama ini sehingga kita tidak akan
bersikap sombong atau angkuh. Kemudian setelah itu beristighfarlah, meminta
ampun kepada Allah, lalu giatlah dalam beribadah dan bermunajat
kepadaNya.
Dengan Ishlahun Nafs ini, kedudukan kita akan bertambah dekat dengan Allah,
bertambah mulia di hadapanNya dan bertambah bersih hati kita. Ketahuilah bahwa
hati ini adalah tempat pandangan Rahmat Allah SWT. Hati yang dipenuhi
ketawadhuan dan kekhusyuan yang timbul akibat perbaikan jiwa itu adalah tempat
yang dipadati oleh Asraar dan Anwaar. Allah sangat cinta kepada hamba yang
memperbaiki dirinya semacam ini. Setelah dia bersalah, mengakuinya, menyesal,
kemudian bertaubat. Dialah gambaran hamba yang dekat dengan Allah.
Allah sangat senang kepada hambanya yang bertaubat dalam rangka Ishlahun Nafs,
melebihi kesenangan seorang pengelana yang kehilangan kendaraan dan bekalnya.
Sehingga ketika dia telah bersusah payah dan berputus asa dari pencariannya,
dia tertidur dibawah sebuah pohon di terik matahari. Dan manakala terbangun,
ternyata kendaraan (tunggangan) beserta bekalnya sudah berdiri di hadapannya
dengan selamat tanpa kurang sedikit pun.
Allah berfirman (yang artinya):
" Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertaubat dan mencintai hamba
yang membersihkan dirinya " (QS. Al Baqarah ayat 222)
Syukur atas Usia yang diberikan Allah
Umur adalah nikmat yang diberikan Allah pada kita, dan jarang kita syukuri.
Betapa banyak orang yang kita kenal, baik teman, sahabat , keluarga, guru, atau
siapa pun yang kita kenal, tahun lalu masih hidup bersama kita. Bergurau,
berkomunikasi, mengajar, menasehati atau melakukan aktifitas hidup sehari-hari,
namun tahun ini dia telah tiada.
Dia telah wafat, menghadap Allah SWT dengan membawa amal shalehnya dan
mempertanggungjawabkan kesalahannya. Sementara kita saat ini masih diberi Allah
kesempatan untuk bertaubat, memperbaiki kesalahan yang kita perbuat, menambah
amal shaleh sebagai bekal menghadap Allah.
Umur yang kita hitung pada diri kita seringkali kita tetapkan berdasarkan
hitungan kalender Masehi. Dan hitungan atau jumlah usia kita tentu akan lebih
sedikit bila dibandingkan dengan hitungan yang mengacu pada kalender hijriyah.
Sementara, lepas dari masalah ajal yang akan datang menjemput sewakatu-waktu,
terkadang kita menganggap usia kita yang dibanding Rasulullah saw. yang wafat
pada usia 63 tahun, kita merasa masih jauh dari angka itu.
Padahal bisa jadi hitungan umur kita telah lebih banyak dari yang kita
tetapkan. Karena itu sangat tidak layak apabila seseorang yang masih diberi
kesehatan, kelapangan rizki dan kesempatan untuk beramal lalai bersyukur pada
Allah dengan mengabaikan perintah-perintahNya serta sering melanggar larangan-laranganNya.
Mengenang Hijrah Rasulullah saw
Sebenarnya dalam kitab Tarikh Ibnu Hisyam dinyatakan bahwa keberangkatan hijrah
Rasulullah dari Mekah ke Madinah adalah pada akhir bulan Shafar, dan tiba di
Madinah pada awal bulan Rabiul Awal. Jadi bukan pada tanggal 1 Muharram
sebagaimana anggapan sebagian orang.
Sedangkan penetapan Bulan Muharram sebagai awal bulan dalam kalender Hijriyah
adalah hasil musyawarah pada zaman Khalifah Umar bin Khatthab ra tatkala
mencanangkan penanggalan Islam. Pada saat itu ada yang mengusulkan Rabiul Awal
sebagai l bulan ada pula yang mengusulkan bulan Ramadhan. Namun kesepakatan
yang muncul saat itu adalah bulan Muharram, dengan pertimbangan pada bulan ini
telah bulat keputusan Rasulullah saw untuk hijrah pasca peristiwa Bai'atul
Aqabah, dimana terjadi bai'at 75 orang Madinah yang siap membela dan melindungi
Rasulullah SAW, apabila beliau datang ke Madinah.
Dengan adanya bai'at ini Rasulullah pun melakukan persiapan untuk hijrah, dan
baru dapat terealisasi pada bulan Shafar, meski ancaman maut dari orang-orang
Quraisy senantiasa mengintai beliau.
Peristiwa hijrah ini seyogyanya kita ambil sebagai sebuah pelajaran berharga
dalam kehidupan kita. Betapapun berat menegakkan agama Allah, tetapi seorang
muslim tidak layak untuk mengundurkan diri untuk berperan didalamnya.
Rasulullah SAW, ketika akan keluar dari rumah sudah ditunggu orang-orang yang
ingin membunuhnya.
Begitu selesai melewati mereka, dan harus bersembunyi dahulu di sebuah goa,
masih juga dikejar, namun mereka tidak berhasil dan beliau dapat meneruskan
perjalanan. Namun pengejaran tetap dilakukan, tetapi Allah menyelamatkan beliau
yang ditemani Sayyiduna Abu Bakar hingga sampai di Madinah dengan
selamat.
Allah menolong hamba yang menolong agamaNya. Perjalanan dari Mekah ke Madinah
yang melewati padang pasir nan tandus dan gersang beliau lakukan demi sebuah
perjuangan yang menuntut sebuah pengorbanan. Namun dibalik kesulitan ada
kemudahan. Begitu tiba di Madianah, dimulailah babak baru perjuangan
Islam.
Perjuangan demi perjuangan beliau lakukan. Menyampaikan wahyu Allah, mendidik
manusia agar menjadi masyarakat yang beradab dan terkadang harus menghadapi
musuh yang tidak ingin hadirnya agama baru. Tak jarang beliau turut serta ke
medan perang untuk menyabung nyawa demi tegaknya agama Allah, hingga Islam
tegak sebagai agama yang dianut oleh sebagian besar penduduk dunia saat itu.
Lalu sudahkah kita berbuat untuk agama kita?
Kalender Hijriyah adalah Kalender Ibadah kita
Barangkali kita tidak memperhatikan bahwa ibadah yang kita lakukan seringkali
berkait erat dengan penanggalan Hijriyah. Akan tetapi hari yang istimewa bagi
kebanyakan dari kita bukan hari Jum'at, melainkan hari Minggu. Karena kalender
yang kita pakai adalah Kalender Masehi.
Dan sekedar mengingatkan, hari Minggu adalah hari ibadah orang-orang Nasrani.
Sementara Rasulullah saw menyatakan bahwa hari jum'at adalah sayyidul ayyam
(hari yang utama diantara hari yang lain). Demikian pula penetapan hari raya
kita, baik Idul Adha maupun Idul Fitri pun mengacu pada hitungan kalender
Hijriyah. Wukuf di Arafah yang merupakan satu rukun dalam ibadah haji, waktunya
pun berpijak pada kalender hijriah.
Begitu pula awal Puasa Ramadhan, puasa ayyamul Bidh ( tanggal 13,14,15 tiap
bulan) dan sebagainya mengacu pada Penanggalan Hijriah. Untuk itu seyogyanya
bagi setiap muslim untuk menambah perhatiannya pada Kalender Islam ini.
Semoga
di tahun yang baru ini kita diberi kesempatan untuk bisa mengisi hari-hari kita
yang lebih baik dari tahun kemarin.
Di
tahun yang baru ini mari kita hijrah bersama-sama saling mengingatkan dan
saling menjalin silaturahmi ๐.
.......Mubarak,,
On the new hijri year.......
(cr:madinatulilmi.org/artikel/232-tahun-baru-islam-1431-hijriyah-saatnya-muhasabah-intropeksi-diri.html)
Komentar
Posting Komentar